Stagnannya pertumbuhan otomotif di paruh pertama tahun ini tidak
membuat performance kinerja keuangan PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL)
terkoreksi. Sebaliknya, perusahaan produsen ban terintegrasi ini
mencatat pertumbuhan pendapatan dan penjualan usaha sebesar 6,74%
menjadi Rp 7,66 triliun pada semester pertama 2019. Angka tersebut
meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu Rp
7,18 triliun.
Dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin dijelaskan, kontribusi
terbesar pendapatan masih berasal dari pasar lokal. Total penjualan
lokal GJTL semester pertama lalu mencapai Rp 6 triliun atau 78,33% dari
total penjualan. Sedangkan sisanya merupakan penjualan ekspor. Bila
priode yang sama tahun lalu membukukan rugi Rp 93,88 miliar, perseroan
di semester pertama tahun ini membukukan untung Rp 167,76 miliar.
Namun demikian, perseroan juga mencatat keuntungan kurs mata uang
asing bersih Rp 136,17 miliar. Sementara tahun lalu GJTL membukukan
kerugian kurs mata uang asing bersih Rp 358,39 miliar. Sekadar
informasi, GJTL juga merupakan perusahaan yang memproduksi dan
memasarkan berbagai ban, baik untuk sepeda motor, mobil penumpang,
kendaraan komersial dan peralatan berat. Perusahaan ini juga memproduksi
dan mendistribusikan produk karet lainnya seperti karet sintetis, tali
ban, ban dalam, flap, o-ring dan yang lainnya.
Melihat kinerja yang tumbuh positif, sebagian analis merekomendasikan
untuk mengkoleksi saham Gajah Tunggal. Sebelumnya, analis Jasa Utama
Capital Sekuritas, Chris Apriliony pernah bilang, meski perseroan tidak
berencana ekspansi bisnis, diyakini akan tetap menunjukkan sentimen
positif. Sebab, di tengah ketegangan perang dagang dan penjualan mobil
yang menurun ada baiknya GJTL mengambil langkah yang lebih lambat. "Ada
baiknya GJTL slow down terlebih dahulu sambil menunggu harga karet
kembali menguat," ujar Chris.
Sebelumnya, direktur GJTL Catharina Widjaja menyatakan, perusahaan
akan fokus pada penjualan domestik dan ekspor saja dan tidak berencana
untuk ekspansi baru di semester dua tahun ini. Tahun ini, perseroan juga
menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) relatif sama
dengan tahun lalu, yakni sejumlah US$30-35 juta yang seluruhnya
dipergunakan untuk maintenance dan bukan untuk investasi baru.
Disampaikan Catharina, tidak ada penambahan capex karena dua tahun
lalu perseroan sudah menambahnya. Jadi sekarang capex untuk maintenance
dan di kuartal pertama serapan capex mencapai US$8 juta.”Serapan capex
hanya untuk maintenance seperti untuk pembaruan mesin karena mesin-mesin
kita sudah lumayan lama. Seluruh dana capex itu berasal dari kas
internal perseroan,” katanya.
Perseroan juga tengah berupaya meningkatkan utilitas produksi menjadi
80% dari sekitar 65% hingga 70% saat ini. Selain itu, perseroan
menargetkan porsi penjualan ekspor dalam dua tahun mendatang menjadi 40%
dari posisi 38%. Peningkatan itu hanya dengan peningkatan volume
penjualan dan bukan dengan menambah pasar baru. Pasar terbesar ekspor
perseroan adalah negara-negara di kawasan Asia Pasifik dan Eropa.
Sementara untuk pasar baru, jumlahnya tidak begitu signifikan.