Posted by
Seno Kuncoro
Written on
06 February 2019
Pasca merger dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI), PT
Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) berencana menjadi bank BUKU
IV di 2021 sama seperti lima bank raksasa lainnya di Indonesia.”Kami
berharap dan memperkirakan, kami tumbuh saja secara organik dari laba
ditahan dan kemungkinan di 2021 masuk BUKU IV tercapai," kata Direktur
Utama Bank BTPN, Ongki Wanadjati Dana di Jakarta.
Modal BTPN saat ini, setelah penggabungan dengan PT Sumitomo Mitsui
Banking Corporation Indonesia (SMBCI), mencapai Rp25 triliun. Untuk
mencapai bank BUKU IV atau kelompok bank modal terbesar di Indonesia,
BTPN tinggal membutuhkan modal Rp5 triliun saja. Jika BTPN berhasil
menyamakan posisi dengan lima bank BUKU IV, perusahaan akan memilki
keleluasaan untuk ekspansi bisnis di domestik, sekaligus mempermudah
penetrasi ke pasar regional Asia Tenggara.
Namun dalam waktu dekat ini, BTPN masih ingin mengoptimalkan bisnis
perbankan di ritel dan korporasi setelah merger. Tidak hanya itu, selain
mengembangkan segmen korporasi, perusahaan juga akan menjajal potensi
segmen baru yang belum tersentuh, antara lain segmen komersial, atau UKM
dengan cakupan bisnis yang lebih besar dan mengembangkan pembiayaan
yang mencakup bisnis ritel.
Selesainya proses merger ini membuat BTPN baru menjadi salah satu
dari 10 bank dengan aset terbesar di Indonesia. Sementara komposisi
kepemilikan saham 97% dimiliki SMBC, sedangkan PT Bank Central Asia Tbk
(BBCA) sebesar 1,03% dan sisanya dimiliki publik. Adapun untuk target
pertumbuhan laba tahun ini, Ongki masih enggan menyebutkan target
tersebut. Sedangkan untuk target pertumbuhan kredit tahun ini, dia hanya
mengatakan mengikuti perkiraan pertumbuhan kredit industri perbankan
pada 2019. Dimana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan pertumbuhan
kredit tahun ini sekitar 12-14%.
Asal tahu saja, BTPN sebelum merger merupakan bank yang fokus pada
penyaluran kredit kepada mass market (ritel), sedangkan SMBCI fokus pada
segmen korporasi. Penggabungan ini, kata Ongki, akan membuat BTPN
bergerak di kedua segmen dengan komposisi penyaluran pinjaman kepada
segmen korporasi sebesar 50% dan kepada segmen ritel dan UKM sebesar
50%.
Selain itu, Ongki mengatakan, BTPN juga masih fokus pada bisnis
pendanaan dan perbankan digital melalui produk mereka yaitu BTPN Wow!
dan Jenius. Kini, BTPN memiliki Rp189,92 triliun dan memasuki klasmen 10
bank terbesar di Indonesia. Pada akhir Desember 2018, BTPN memiliki
aset mencapai Rp 101,9 triliun, tumbuh 7% dibandingkan posisi yang sama
tahun sebelumnya (year on year/yoy) senilai Rp95,5 triliun. Total
pembiayaan tercatat Rp 68,1 triliun atau tumbuh 4% dan pendanaan
(funding) sebesar Rp80,5 triliun, meningkat 5%.
Adapun laba bersih BTPN pada tahun 2018 mencapai Rp1,97 triliun,
melonjak 61% dari periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp1,22 triliun.
Usai merger, total aset BTPN akan menjadi Rp 189,92 triliun. Kredit
mencapai Rp 133,25 triliun. Dana pihak ketiga (DPK) jadi Rp 98,97
triliun. BTPN juga memiliki rasio permodalan atau capital adequaty ratio
(CAR) di level 22,9%. Rasio kredit bermasalah atau non performing loan
(NPL) gross 0,7% dan rasio likuiditas atau loan to funding ratio (LFR)
86%.